Rabu, 20 Oktober 2010

Mengkonsumsi KACANG TANAH, menyebabkan LIVER atau Kanker Hati? Fact Or Fiction???



Mengkonsumsi KACANG TANAH, menyebabkan LIVER atau Kanker Hati? Fact Or Fiction???



Anda mungkin saah satu dari penggemar makanan berbahan dasar KACANG TANAH, seperti pecel, ketoprak, otek yang enk dan menggugah selera..



Taukah Anda zat apa yang ada di dalam kacang tanah yang sering anda makan?

mungkin anda pernah mendengar istiah ALFATOKSIN?



Apa itu ALFATOKSIN?

Di tahun 1960, masyarakat Inggris merayakan Natal tanpa kalkun. Saat itu, hanya dalam waktu beberapa bulan, lebih dari 100.000 kalkun mati karena penyakit yang belum dikenal dan disebut "penyakit kalkun X".Penelitian-penelitian segera dilakukan. Tak lama kemudian, ditemukan bahwa kalkun-kalkun itu mati karena memakan pakan berupa bungkil kacang tanah yang telah tercemari kapang (jamur) Aspergillus flavus yang menghasilkan racun yang disebut aflatoksin.



Sejak saat itu, aflatoksin banyak mendapat perhatian karena potensi bahaya yang dapat ditimbulkannya, bisa menyebabkan penyakit dan bahkan kematian pada manusia serta hewan mamalia. Tak hanya kapang A. flavus, kapang lain seperti A. parasiticus dan A. nomius juga dapat memproduksi racun aflatoksin A. flavus merupakan kapang yang tersebar meluas di alam. Kapang ini bisa muncul di tanah, tumbuhan yang membusuk, biji-bijian yang mengalami kerusakan mikrobiologis, dan dapat menyerang berbagai jenis substrat organik di mana pun dan kapan pun asalkan kondisinya mendukung pertumbuhannya. Namun, kapang A. flavus yang mencemari suatu komoditi tidak selalu membuat racun sehingga adanya kapang ini belum tentu memberikan pencemaran racun aflatoksin.



Aflatoksin merupakan segolongan senyawa toksik (mikotoksin, toksin yang berasal dari fungi) yang dikenal mematikan dan karsinogenik bagi manusia dan hewan.

Spesies penghasilnya adalah segolongan fungi (jenis kapang) dari genus Aspergillus, terutama A. flavus (dari sini nama "afla" diambil) dan A. parasiticus yang berasosiasi dengan produk-produk biji-bijian berminyak atau berkarbohidrat tinggi. Kandungan aflatoksin ditemukan pada biji kacang-kacangan (kacang tanah, kedelai, pistacio, atau bunga matahari), rempah-rempah (seperti ketumbar, jahe, lada, serta kunyit), dan serealia (seperti gandum, padi, sorgum, dan jagung). Aflatoksin juga dapat dijumpai pada susu yang dihasilkan hewan ternak yang memakan produk yang terinfestasi kapang tersebut. Obat juga dapat mengandung aflatoksin bila terinfestasi kapang ini.



Aflatoksin B1, senyawa yang paling toksik, berpotensi merangsang kanker, terutama kanker hati. Serangan toksin yang paling ringan adalah lecet (iritasi) ringan akibat kematian jaringan (nekrosis). Pemaparan pada kadar tinggi dapat menyebabkan sirosis, karsinoma pada hati, serta gangguan pencernaan, penyerapan bahan makanan, dan metabolisme nutrien. Toksin ini di hati akan direaksi menjadi epoksida yang sangat reaktif terhadap senyawa-senyawa di dalam sel. Efek karsinogenik terjadi karena basa N guanin pada DNA akan diikat dan mengganggu kerja gen.

Pemanasan hingga 250 derajat Celsius tidak efektif menginaktifkan senyawa ini. Akibatnya bahan pangan yang terkontaminasi biasanya tidak dapat dikonsumsi lagi.





Bagaimana dengan KACANG TANAH?

Kapang penghasil aflatoksin bisa mencemari berbagai komoditi makanan. Salah satu komoditi yang sangat rentan adalah kacang tanah dan produk olahannya, seperti kacang goreng, sambal pecel, minyak goreng, oncom, bungkil kacang tanah, dan selai kacang tanah.Dulu, di Indonesia pernah diadakan penyaringan terhadap makanan yang dibuat dari kacang tanah dan kacang kedelai sebagai bahan dasarnya. Hasilnya, terdapat aflatoksin pada bungkil kacang tanah untuk membuat oncom.Untuk mengurangi kemungkinan tercemar A.flavus, kacang tanah mentah sebaiknya disimpan di tempat yang kering dan sejuk (kapang ini tumbuh pada suhu 30-36 °C dengan kelembapan yang tinggi).Proses penyanganan atau pemang-gangan pada kacang tanah dapat menurunkan kadar aflatoksin 60-70 persen. Proses fermentasi bungkil kacang tanah menjadi oncom dapat menurunkan kadar aflatoksin 50-75 persen.



Berbagai upaya telah dilakukan untuk mencegah kontaminasi aflatoksin, tetapi hal ini masih tetap menjadi masalah. Berbagai negara telah mencoba membatasi paparan aflatoksin dengan mengeluarkan peraturan batasan kadar aflatoksin pada komoditi yang akan digunakan sebagai makanan dan pakan. Food and Drug Administration di Amerika Serikat, misalnya, memberi batasan kadar aflatoksin maksimum 20 ppm pada makanan dan pakan, termasuk produk-produk kacang tanah..



"Jika anda penggemar Kacang Tanah, Kurangi konsumsinya.. Mencegah lebih baik dari Mengobati"





By : LITBANG HIMAGHITA

_Iswara_Ganang_Lulis_Via_Opi_Pipit_Uyun_



Sumber :

http://bataviase.co.id/detailberita-10542818.html

http://id.wikipedia.org/wiki/Aflatoksin

Jumat, 24 September 2010

Tempe bongkrek enak dimakan dan menggugah selera.. Fact Or FIction..??

"Tempe bongkrek enak dimakan dan menggugah selera.."



Fact Or Fiction...??



FAKTA..!

Tempe bongkrek adalah tempe yang dibuat dari ampas kelapa dimana sangat berpeluang untuk terkontaminasi oleh bakteri Pseudomonas cocovenenans. Didalam tempe bongkrek, bakteri ini akan memproduksi toksin tahan panas yang menyebabkan keracunan pada orang yang mengkonsumsinya. Toksin yang diproduksi Pseudomonas cocovenenans ada 2, yaitu asam bongkrek (tidak berwarna, sejenis asam lemak tidak jenuh) dan toksoflavin (berwarna kuning, struktur mirip dengan riboflavin). Asam bongkrek memobilisasi glikogen didalam liver, menyebabkan hiperglikemi lalu hipoglikemi dan menghambat pembentukan ATP yang bisa menyebabkan kematian, sementara toksoflavin menghasilkan hidrogen peroksida yang toksik terhadap sel.



Bakteri Pseudomonas cocovenenans timbul dikarenakan pro­ses fermentasi yang tidak sempurna dimana akan menghasilkan enzim ter­tentu yang bisa memecah sisa minyak kelapa dalam tempe bong­krek. Proses tersebut menghasilkan asam lemak dan glise­rol. Selanjutnya, asam lemak akan mengalami pe­mecahan yang membentuk asam bongkrek dan sebagian toksoflavin. Baik asam bongkrek maupun toksoflavin, masih te­tap bertahan pada pe­manasan tinggi sampai suhu 120oC.



Keberadaan asam bongkrek menyebabkan kapang tidak bisa tumbuh dengan baik, sehingga miselium kapang dipermukaan tempe bongkrek yang dicurigai mengandung asam bongkrek terlihat tipis. Jika mengandung toxoflavin, tempe bongkrek akan terlihat berwarna kuning (normalnya putih). Tapi, karena toksinnya yang sangat letal, sebaiknya hindari mengkonsumsi tempe bongkrek.Beberapa kasus keracunan akibat tempe bongkrek sering terjadi, menurut Prof. Rubiyanto Misman Pakar dari Fakultas Biologi Unsoed penyebab keracunan ini bukan disebabkan oleh bakterinya, namun dikarenakan oleh asam bongkrek yang dihasilkan bakteri. ''Selain asam bongkrek yang bersifat racun dan tidak berwarna, ada toxoplasma yang berwarna kuning,'' tambahnya.



Baik tempe gembus maupun tempe bongkrek merupakan makanan klangenan atau kegemaran. Rasanya enak bagi yang menyukai. Proses fermentasi tempe gembus dan bongkrek sama. Perbedaan terletak pada kandungan lemaknya. Tempe gembus yang terbuat dari bungkil minyak kelapa kandungan lemaknya rendah, yakni 3%-4%, karena proses pembuatannya menggunakan mesin pres. Menurut mantan rektor Unsoed itu, bakteri Pseudomonas Cocovenenans tidak tumbuh di media yang kadar lemaknya rendah. Tetapi tumbuh di tempe bongkrek yang kadar lemaknya 10%-12%. Kadar lemak yang tinggi disebabkan proses pembuatan minyak kelapa tradisional menggunakan tangan. Asam bongkrek yang masuk tubuh manusia merusak susunan gula darah sehingga tidak bisa mengikat oksigen. Akibatnya, penderita keracunannya menimbulkan gejala seperti sesak napas. Disusul tekanan darah yang tiba-tiba tinggi dan akhirnya drop sampai korban meninggal.



Jika tempe bongkrek sudah berwarna kekuningan, semestinya makanan tersebut tidak dikonsumsi. Sebab, dalam kondisi tersebut, tempe bongkrek sudah ditumbuhi Pseudomonas cocovenenans dan timbul asam bongkrek. Jadi, berwaspadalah terhadap makanan yang anda makan. ”Mencegah lebih baik dari pada mengobati”







SUMBER :

http://www.suaramerdeka.com/harian/0708/02/nas05.htm

http://ilmupangan.blogspot.com/2010/07/tempe-bongkrek.html



By : LITBANG HIMAGHITA



(Iswara-Ganang-Lulis-Via-Pipit-Opie-Uyun)

Pasti Nyalaaaa...!!!!

Selasa, 01 September 2009

Fenomena Beras Berpemutih


kenaikan harga yang sangat tidak bisa diprediksi membuat para pedagang harus memeras otak untuk bisa bertahan. Mereka harus cerdik dalam menjual dagangannya. Sayangnya, ada beberapa oknum pedagang yang berbuat curang untuk meraih untung yang lebih besar. Tentunya hal ini tidak bisa dibenarkan. Pada tulisan kali ini akan sedikit mengulas tentang beras berpemutih yang kini banyak beredar di pasaran.

Berdasarkan inspeksi mendadak (Sidak) tim gabungan Pemkab Sukoharjo tim gabungan juga menemukan beras yang menggunakan pemutih pakaian. Dibandingkan beras yang warnanya kusam, beras dengan pemutih pakaian harganya lebih mahal yaitu mencapai Rp 6.300 per kilogram (kg). Jenis beras yang menggunakan pemutih pakaian kebanyakan adalah C4. Meski beras dengan pemutih penampilannya lebih bagus, pedagang mengaku, masyarakat lebih menyukai beras yang warnanya kusam. Hal itu disebabkan, harga beras yang warnanya kusam relatif lebih murah.

Anggota tim gabungan dari Dinas Kesehatan Kabupaten (DKK) Sukoharjo, menerangkan, di hampir semua pasar tradisional, beras dengan pemutih selalu ada. Meski penampilan luarnya bagus, namun apabila beras tersebut dikonsumsi akan berbahaya bagi tubuh.

Ciri-ciri

Beras apabila sudah diberi pemutih, selain penampilannya bagus juga lebih awet. Nah, yang diinginkan pedagang itu kan tidak ada lain kecuali keuntungan besar serta barang jualannya awet alias tidak cepat rusak. Agar tidak tertipu, Margono menambahkan, masyarakat sebenarnya bisa belajar mengenali beras yang menggunakan pemutih. Selain dari warna, beras dengan pemutih apabila dipegang halus. Lain dengan beras alami yang apabila dipegang lebih kasar.

Dampak Pengonsumsian

Bahaya jangka pendek beras yang menggunakan pemutih terkait erat dengan pencernaan seperti diare. Untuk efek jangka panjang, mengkonsumsi beras dengan pemutih secara terus-menerus bisa menyebabkan kanker.

By : HIMAGHITA (Himpunan Mahasiswa Teknologi Pertanaian) UNS